LARANGAN PIDATO BUNG TOMO - Navigasi News
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

LARANGAN PIDATO BUNG TOMO

LARANGAN PIDATO BUNG TOMO

Pidatonya begitu provokatif, tajam, lugas, tegas dan mampu membakar semangat juang. Meski begitu, ia juga pernah diancam dan dikecam oleh Kolonel Sungkono, karena salah satu pidatonya berujung pada diketahuinya kedudukan pasukan TNI oleh Belanda. Dan atas kemampuan pidatonya pula, pemerintah sempat membuat larangan agar anggota tentara dilarang mendengarkan pidato Bung Tomo!

Bung Tomo merupakan representasi dari kalangan sipil bersenjata, atau yang lazim disebut sebagai laskar, yang kemudian tergabung dalam TNI. Bung Tomo juga sempat diangkat sebagai anggota Dewan Penasehat Tentara sebagai wakil dari laskar, penasehat Panglima Jenderal Sudirman, anggota Dewan Militer dan anggota staf Gabungan Angkatan Perang.

Tidak lama sebagai jenderal dan anggota pucuk pimpinan TNI, Bung Tomo kemudian mengundurkan diri. Sebagaimana Jenderal Sudirman, Bung Tomo juga konsisten menolak terhadap strategi perjuangan melalui berbagai perundingan, dan atas sikapnya ini pemerintah kemudian melarang Bung Tomo untuk berpidato mengunggah semangat perjuangan rakyat. Presiden Sukarno, sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang, memerintahkan Panglima Besar Tentara agar Bung Tomo menghentikan pidatonya di depan corong radio dan juga pidato di muka umum. Larangan berlaku dari sejak tanggal 17 Desember 1947, dan tak lama dicabut tanggal 27 Januari 1948. Isi pidato Bung Tomo yang menolak setiap upaya perundingan dan senantiasa mengobarkan semangat rakyat, dipandang merugikan dan menyulitkan perjuangan diplomasi Indonesia.

Bung Tomo kemudian mendapat telegram dari Amir Syarifuddin, yang isinya agar Bung Tomo harus memilih: tetap menjadi jenderal namun tidak boleh berpidato, atau berhenti jadi jenderal tetapi bisa berpidato.

Menanggapi telegram dari Amir tersebut, Bung Tomo menjawab lugas: “Persetan, ora dadi jenderal ya ora patheken!" (Persetan, tidak jadi jenderal tidak peduli).