Literasi Suku Ogan
Rumah Ulu
Rumah tradisional bukan semata warisan
budaya dalam bentuk material yang tersusun berupa elemen-elemen bangunan saja.
Lebih dari wujud fisiknya, rumah tradisional mempunyai peran penting dalam
membentuk ruang-ruang sosial dan simbolik, sekaligus sebagai representasi
budaya bagi penghuninya. Indonesia sebagai negara kesatuan yang kaya akan
kebudayaan mempunyai begitu banyak warisan rumah tradisional, salah satunya
adalah rumah ulu di Sumatera Selatan.
Rumah Ulu merupakan rumah tradisional
masyarakat yang bermukim di kawasan hulu Sungai Musi, Sumatera Selatan. Nama
rumah ulu berasal dari kata uluan yang bermakna pedesaan, uluan juga sebutan
bagi masyarakat yang tinggal di bagian hulu Sungai Musi. Semua bagian rumah ulu
terbuat dari kayu, dengan bagian bawah ditopang oleh batang pohon unglen.
Pemilihan batang pohon unglen bukan tanpa sebab, batang pohon ini diyakini bisa
bertahan hingga ratusan tahun.
Pembangunan rumah ulu harus mengikuti
beberapa peraturan yang sudah disepakati, peraturan tersebut antara lain
seperti, pembangunannya harus menghadap ke depan garis aliran air. Hal ini
dimaksudkan supaya rumah yang dibangun bisa terbebas dari banjir bandang yang
sewaktu-waktu bisa datang. Selain itu, pembangunan rumah ulu juga harus
mengikuti sistem ulu-ulak (ilir), yaitu jika lahan yang akan dibangun rumah
masih luas dan berencana ingin membangun rumah ulu berikutnya, maka pembangunan
rumah harus dilakukan dari bagian yang paling hulu.
Sistem ulu-ulak (ilir) bukan sekadar
pengaturan pembangunan rumah, tetapi juga menjadi pengaturan ruang secara
sosial. Rumah di bagian ulu diperuntukkan bagi mereka yang mempunyai usia lebih
tua dalam garis keluarga, begitu seterusnya hingga ke rumah paling hilir yang
ditempati oleh keturunan yang paling muda. Sistem ini juga berlaku di dalam
pembagian ruang di dalam rumah.
Secara umum, rumah ulu dibagi menjadi
tiga bagian yaitu, ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakang. Ketiga bagian
tersebut terbagi menjadi beberapa bagian, seperti garang atau lintut, haluan
dan kakudan, ruang gedongan atau ambin, dan ruangan dapur. Garang atau lintut
merupakan ruangan yang difungsikan sebagai tempat untuk bercengkrama para
pemilik rumah, yang biasa dilakukan setiap sore hari setelah melakukan
rutinitas kerja.
Sementara haluan dan kakudan merupakan
ruangan khusus yang digunakan sebagai tempat istirahat. Haluan diperuntukkan
bagi laki-laki, sedangkan kakudan diperuntukkan bagi para perempuan. Di bagian
lain terdapat gedongan atau ambin, ruangan ini terdapat di bagian tengah rumah
ulu yang lantainya lebih tinggi di antara bagian yang lain. Tempat ini
difungsikan oleh orang yang dianggap paling tua di dalam rumah untuk memberikan
wejangan kepada para anak dan cucu, nasihat tersebut juga bisa dalam bentuk
dongengan sebelum tidur.
Seiring perkembangan zaman, rumah ulu
makin jarang ditemukan. Meski demikian, salah satu bentuk rumah tradisional ini
masih bisa ditemukan di halaman belakang Museum Balaputera Dewa, dan menjadi
salah satu koleksi terbesar museum. Menurut catatan museum, rumah ulu tersebut
berusia 200 tahun dan diambil dari Desa Asemkelat, Kecamatan Pangandonan,
Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Menjaga dan melestarikan rumah ulu bukan
berarti setiap masyarakat saat ini harus membangun rumah ulu sebagai tempat
tinggal, melainkan lebih kepada melestarikan nilai-nilai filosofis yang
terkandung dalam rumah tradisional tersebut. Mengingat dalam rumah ulu terdapat
nilai-nilai adiluhung seperti menghormati orang yang lebih tua, menyayangi
orang yang lebih muda, dan membangun keluarga yang harmonis
Tari Sebimbing Sekundang
Seni tari ada disetiap daerah di
Sumatera Selatan. Biasanya yang paling menonjol adalah tari sambut bagi tamu
yang di agungkan dengan cara memberikan sekapur sirih
Seperti daerah lainnya,Ogan Komering Ulu
(OKU) juga memiliki kesenian yang menjadi ciri khas tersendiri. Dengan diberi
nama Sebimbing Sekundang, tarian ini memiliki makna dan pesan yang
mendalam,baik bagi masyarakat setempat, penari, maupun tamu dan undangan yang
melihat suguhan tarian ini.
Sesuai namanya, Tari Sembimbing
Sekundang memiliki makna berjalan bersama atau seiring dan saling membantu.
Pesan-pesan itulah yang terus disampaikan dan dilestarikan melalui gerakan
tarian. Tarian ini selalu disuguhkan dalam penyambutan tamutamu kehormatan yang
berkunjung di daerah ini.
Tari Sebimbing Sekundang diciptakan Z
Khusni Karana yang juga koreografer profesional Sumsel. Tarian ini diperagakan
baik di dalam gedung maupun tempat terbuka.
“Banyak makna yang terkandung, salah
satunya toleransi dan kebersamaan,” ungkapnya. Tepak atau pengasan merupakan
sarana utama tarian ini yang berisikan beberapa lembar daun sirih segar dan
beberapa lipat daun sirih yang telah diracik dengan getah gambir, sehingga siap
disuguhkan kepada tamu kehormatan sebagai tanda penerimaan dan pengakuan
masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Gerak tarian, pakaian, dan musik
pengiringnya merupakan perpaduan dari gerak, pakaian, dan musik tari-tari
tradisional dari berbagai kecamatan dalam Kabupaten Ogan Komering Ulu sehingga
tergambar moto “Bumi Sebimbing Sekundang”yang berarti berjalan seiring dan
saling membantu dan melaksanakan sesuatu untuk menggapai keberhasilan.
Pakaian Adat Sumatera Selatan – Aesan
Gede
Pakaian adat provinsi Sumatera Selatan
yang pertama adalah Aesan Gede. Aesan
Gede merupakan salah satu peninggalan kerajaan Sriwijaya yang melambangkan
keagungan dan kemewahan para bangsawan dari bumi Sriwijaya.
Busana ini juga lebih mengkombinasikan
warna merah jambu dengan benang emas serta gemerlap perhiasan dan mahkota yang
dipadukan dengan baju dodot dan kain songket keemasan sesuai dengan citra
Sriwijaya yang pada zaman dahulu lebih
dikenal masyarakat dunia sebagai Swarna Dipa atau Pulau Emas.
Lirik Lagu
Sayang Selayak
Sayang selayak burung lempipi,
sayang selayak burung lempipi
Menarap abang keputehan ai keputehan
Kakang berayak ke duson ini
Kakang berayak ke duson ini
Tuape batan perulehan, ai perulehan
Sayang selayak burung lempipi,
sayang selayak burung lempipi
Sayang selayak burung lempipi,
sayang selayak burung lempipi
Menarap abang keputehan ai keputehan
Kami berayak keduson ini
Kami berayak keduson ini
Ade mbak gunong perulehan, ai perulehan
Sayang selayak burung lempipi,
sayang selayak burung lempipi
Posting Komentar untuk "Literasi Suku Ogan"